Benteng Rotterdam telah lama dikenal sebagai salah satu ikon Kota Makassar. Keberadaannya bukan hanya sebagai destinasi wisata sejarah, tapi juga rumah bagi Museum La Galigo, menambah nilai edukatif bagi siapa saja yang berkunjung.
Namun, lebih dari sekedar lokasi wisata, Benteng Rotterdam menyimpan cerita dan fakta historis yang menarik dari masa Kerajaan Gowa-Tallo. Berikut ini adalah lima fakta menarik mengenai Benteng Fort Rotterdam di Makassar yang patut diketahui.
1. Inisiatif Pembangunan Oleh Tiga Raja Gowa
Berdasarkan penelitian situs Wisata Celebes pada tahun 2013, pembangunan Benteng Fort Rotterdam berawal pada tahun 1545.
Perintah pembangunan pertama kali datang dari Daeng Matanre Karaeng Mangngutungi Tumapa’risi Kallonna, atau Raja Gowa IX, yang awalnya membangun benteng dari tanah liat.
Kemudian, pembangunan dilanjutkan oleh Raja Gowa X, I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, dengan penambahan bahan batu bata untuk memperkokoh benteng.
Raja Gowa XIV, I Manga’rangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin, kemudian melakukan renovasi besar-besaran pada tahun 1634 dengan mengadopsi gaya arsitektur Portugis dan membangun dinding kedua pada tahun 1939, menandakan evolusi benteng dari waktu ke waktu.
2. Penamaan dan Lokasi Geografis
Penamaan Benteng Ujung Pandang, seperti yang dijelaskan oleh Sagimun M.D dalam bukunya pada tahun 1992, didasarkan pada lokasi geografisnya yang terletak di ujung daratan pesisir yang kaya akan pohon pandan.
Hamzah Daeng Mangemba pada tahun 1972 menggambarkan pohon pandan sebagai tanaman yang daunnya bisa dijadikan tikar, memberikan arti tersendiri pada nama benteng tersebut.
Selain itu, orang Makassar juga menyebut benteng ini sebagai Benteng Panyyua (penyu) karena dari ketinggian, benteng ini memiliki kemiripan dengan pola penyu yang merayap ke pantai.
3. Filosofi Pola Penyu
Dalam tulisan AHA, NAR pada tahun 2021, pemilihan gambar site plan berpola penyu memiliki makna filosofis yang dalam, menggambarkan simbol pertahanan Kerajaan Gowa di darat dan laut.
Kerajaan Gowa-Tallo terkenal sebagai kerajaan maritim yang sulit ditaklukkan, yang tidak lepas dari kekuatan pertahanan dan kekokohan benteng-bentengnya.
Filosofi ini juga berkaitan erat dengan penamaan Benteng Ujung Pandang yang terinspirasi dari pohon pandan, yang memiliki peran penting dalam kehidupan penyu, khususnya penyu hijau yang banyak ditemukan di Makassar.
Masyarakat Makassar percaya bahwa tinggal di Benteng Ujung Pandang sama dengan tinggal di dalam 'perut penyu', yang menyimbolkan keamanan dan perlindungan bagi mereka yang berada di tengah benteng.
Filosofi ini juga menggambarkan karakter masyarakat Bugis-Makassar yang dikenal sebagai pelaut ulung dan penjelajah, mirip dengan penyu yang mahir menjelajahi samudra.
Matius menambahkan bahwa benteng ini mencerminkan nilai-nilai kebugisan dengan menganut prinsip 'siri’ na pacce' (harga diri dan solidaritas) serta 'kualleanggi talangga na toalia' (mementingkan tenggelam daripada harus kembali ke daratan tanpa hasil), menunjukkan semangat merantau dan ketangguhan yang merupakan ciri khas masyarakat Bugis-Makassar.
Sebagai Tempat Kekalahan Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin, dikenal sebagai 'Ayam Jantan dari Timur', adalah figur penting dalam sejarah perlawanan terhadap kolonialisme Belanda.
Sutrisno Kutoyo dan Mardanas Safwan (2021) menjelaskan bahwa Sultan Hasanuddin berperan aktif dalam serangan pertama terhadap Belanda pada tahun 1616, yang dipicu oleh penculikan bangsawan Kerajaan Gowa dan keangkuhan Belanda di Pelabuhan Makassar.
Konflik ini berlanjut hingga terjadinya Perang Makassar yang berakhir pada tahun 1669 dengan penandatanganan Perjanjian Bongaya, memaksa Kerajaan Gowa-Tallo menyerahkan benteng ini kepada Belanda.
Penamaan Permanen oleh Laksamana Cornelis Speelman
Pada 1 November 1667, Laksamana Cornelis Speelman mulai menempati benteng ini dan melakukan sejumlah perubahan signifikan, termasuk renovasi tembok benteng dan rekonstruksi bangunan dalam corak arsitektur Belanda.
Rasyid (1983) mencatat bahwa Speelman juga menempatkan meriam di atas tembok benteng dan mengubah nama Benteng Ujung Pandang menjadi Fort Rotterdam, sebagai bentuk penghormatan terhadap kota kelahirannya di Belanda.
Sejak itu, nama Fort Rotterdam tetap digunakan dan kini menjadi salah satu Tempat Wisata Sulawesi yang terkenal.
Dari filosofi perut penyu hingga peran penting dalam sejarah perlawanan terhadap kolonialisme, Benteng Fort Rotterdam menawarkan wawasan mendalam tentang budaya, tradisi, dan sejarah masyarakat Makassar dan Bugis.
Keberadaan benteng ini sebagai ikon Kota Makassar tidak hanya penting dari segi historis tetapi juga sebagai simbol ketangguhan dan kegigihan masyarakat setempat dalam menghadapi tantangan.
Jadi, sudahkah Anda memahami seluk-beluk Benteng Rotterdam? Jika ada yang masih membuat Anda penasaran, jangan ragu untuk bertanya lebih lanjut!